Penguasaan uang tunai fisik selalu dipertanyakan mengingat kemajuan pesat dalam pembayaran digital. Dengan semakin populernya teknologi tap-to-pay dan E-Wallet, bisikan mengenai “masyarakat tanpa uang tunai” (cashless society) menjadi semakin keras. Namun apakah uang tunai benar-benar berada di ambang kematiannya, atau apakah uang siap untuk beradaptasi dan bertahan dalam lanskap keuangan yang terus berkembang?
Di Indonesia terdapat sebuah studi kasus menarik dimana masa depan uang tunai masih merupakan sebuah rangkaian rumit antara tradisi dan kemajuan teknologi. Meskipun penetrasi ponsel pintar meningkat dan pilihan pembayaran digital semakin banyak, uang tunai masih banyak digunakan, terutama di daerah pedesaan dan untuk transaksi skala kecil. Kenyamanan dan keakraban dengan uang tunai sudah tertanam kuat dalam tatanan budaya.
Meskipun dominasi uang tunai, Indonesia merangkul gelombang pembayaran digital. Dompet elektronik yang telah mengukir inovasi yang signifikan, khususnya di pusat kota. Dorongan pemerintah terhadap inklusi keuangan melalui inisiatif seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang disalurkan melalui e-wallet semakin mempercepat peralihan digital.
Masa depan uang tunai di Indonesia kemungkinan besar terletak pada model hybrid. Uang tunai akan tetap relevan untuk transaksi mikro, perekonomian informal, dan wilayah dengan infrastruktur digital yang terbatas. Namun, perannya kemungkinan akan berkurang seiring berjalannya waktu seiring dengan meningkatnya literasi dan akses digital. Harapkan inovasi seperti fungsi dompet elektronik offline yang aman dan jaringan pembayaran masuk/keluar untuk menjembatani kesenjangan dan memfasilitasi inklusi keuangan.
Narasi mengenai masa depan tanpa uang tunai, meskipun menarik, mungkin terlalu sederhana. Meskipun beberapa negara maju seperti Swedia mengalami penurunan penggunaan uang tunai secara signifikan, negara lain seperti Jerman dan Jepang masih sangat terikat dengan mata uang fisik. Preferensi budaya, masalah privasi, dan potensi ancaman dunia maya masih menjadi hambatan dalam penerapan sistem non-tunai secara universal.
Bahkan di dunia yang mengutamakan digital, uang tunai menawarkan keuntungan unik. Ini sudah tersedia, diterima secara universal, dan memberikan anonimitas. Bagi masyarakat yang tidak memiliki rekening bank dan dalam situasi darurat, uang tunai tetap menjadi penyelamat. Oleh karena itu, kepunahan totalnya tampaknya tidak mungkin terjadi.
Masa depan uang tunai, dalam skala global, kemungkinan besar akan hidup berdampingan dengan alternatif digital. Uang tunai akan menjadi lebih khusus, memenuhi kebutuhan dan demografi tertentu. Bank sentral dapat memainkan peran penting dalam memastikan kelanjutan sirkulasi mata uang fisik yang aman dan andal sekaligus mendorong inovasi dalam infrastruktur digital.
Kesimpulannya, narasi “matinya uang tunai” masih terlalu dini. Uang tunai, seperti bunglon yang gesit, kemungkinan besar akan beradaptasi dan berkembang, dan menemukan tempatnya di samping metode pembayaran digital dalam ekosistem keuangan yang beragam dan dinamis. Baik di Indonesia maupun dalam skala global, masa depan uang menjanjikan adanya interaksi yang menarik antara tradisi dan inovasi, kenyamanan dan keamanan, inklusi dan pilihan. Sudah siapkah kamu akan sistem pembayaran dengan E-Wallet sepenuhnya di bandingkan menggunakan cash?